Pluralisme Ideologi yang Mubazir?

Oleh: Minrahadi Lubis

Perbedaan adalah sumber konflik. Konflik tersebut tidak hanya berasal dari perbedaan kelas, namun juga berasal dari perbedaan sikap, perbedaan cara berpikir, perbedaan keyakinan, dll. Perbedaan cara berpikir misalnya, sama sekali tidak ada kaitannya dengan perbedaan kelas sekalipun tidak dapat dipungkiri bahwa status sosial seseorang akan cenderung menentukan cara berpikirnya. Dikarenakan perbedaan adalah sumber konflik, maka kaum pluralis mengajak kita untuk saling menghargai perbedaan sehingga semboyan yang populer pada hari ini adalah “mari menghargai perbedaan”. Kita tentunya tidak asing lagi dengan semboyan ini. Semboyan inilah yang sering kita dengar dalam kelompok-kelompok diskusi, seminar-seminar, dan bahkan juga di tengah-tengah perkuliahan. Semboyan ini juga sering dilontarkan oleh orang-orang yang bepikir irasional dimana ia menginginkan agar pikirannya yang irasional tersebut sekalipun tidak dapat diterima setidaknya tetap dihargai. Sebelum saya membahas lebih lanjut, saya ingin menjelaskan kepada pembaca bahwa menghargai perbedaan sebagai semboyan tidaklah identik dengan menghargai perbedaan sebagai suatu sikap. Oleh karena itu, tanpa adanya semboyan menghargai perbedaan, tidak akan merusak tatanan dunia bahkan tatanan sosial yang lebih kecil sekalipun yaitu, hubungan individu dengan individu yang lain. Namun apa jadinya dunia tanpa adanya sikap menghargai perbedaan?

Saya kahawatir, menghargai perbedaan ala kaum pluralis, baik itu sebagai semboyan maupun sebagai sikap, jika tidak didukung oleh argumen yang kuat, akan sangat mudah diruntuhkan. Kaum pluralis menjadikan fakta bahwa perbedaan itu ada sebagai alat legitimasi agar kita menghargai perbedaan. Padahal fakta bahwa perbedaan itu riil, bukanlah alasan yang rasional bagi kita untuk menghargainya. Jika kita mengamini pandangan kaum pluralis maka kita akan terjebak pada cara berpikir kaum positivistik dan berujung pada status quo. Tidak hanya itu, pandangan kaum pluralis tersebut, juga akan menyeret kita kepada toleransi yang membabi buta. Toleransi yang membabi buta berarti saya harus menghargai perbedaan terlepas apakah perbedaan itu pantas untuk dihargai atau tidak, karena yang menjadi ukuran adalah riil atau tidak kah perbedaan itu. Saya juga harus menghargai orang-orang yang berpikir irasional sekalipun keirasionalannya membawa dampak yang destruktif pada masyarakat. Bukankah menghargai pemikiran yang irasional sama irasionalnya dengan berpikir irasional?

Satu pertanyaan yang mesti diajukan kepada kaum pluralis adalah bagaimana jika saya tidak mau menghargai perbedaan? masihkah kalian menghargai saya? bukankah saya juga adalah bagian dari perbedaan? Jika mereka menjawab “Ya” dengan tetap menghargai orang-orang yang tidak mau menghargai perbedaan, maka toleransi yang menjadi tujuan mereka tidak akan pernah tercapai, justru sebaliknya, intoleransilah yang akan merajalela. Jika mereka menjawab “Tidak” dengan menolak menghargai orang-orang yang tidak mau menghargai perbedaan, itu artinya mereka telah menyalahi pandangan mereka sendiri. Kaum pluralis telah menjerat diri mereka sendiri dalam lingkaran setan yang tidak berujung.



Apa yang menyebabkan mereka terjerat dalam lingkaran setan? hal tersebut merupakan dampak dari  pandangan mereka yang “menyampingkan persamaan karena fakta bahwa kita berbeda”. Kaum pluralis benar dengan menganggap pluralitas merupakan suatu fakta yang tidak terbantahkan, namun mereka keliru dalam dua hal. Pertama, mereka keliru jika menganggap pluralitas sebagai sesuatu yang mutlak untuk dihargai. Kedua, mereka juga keliru jika menganggap persamaan dan persatuan hanyalah ilusi. Oleh karena itu kita harus membalik paradigma kaum pluralis, bukan lagi “mengenyampingkan persamaan karena fakta kita berbeda”, akan tetapi “mengenyampingkan perbedaan karena fakta bahwa kita sama”. Kedua pandangan tersebut sama sekali tidak identik. Pandangan yang pertama adalah milik kaum pluralis yang lebih menekankan pada perbedaan, sedangkan pandangan yang kedua adalah milik nasionalisme kita yang lebih menekankan pada persatuan dan kesatuan. Saya memandang pluralisme dan nasionalisme sekalipun mempunyai dasar pandangan yang berbeda namun mempunyai arah dan tujuan yang sama yaitu mewujudkan toleransi dalam bermasyarakat. Namun sebagaimana yang telah saya singgung di atas, toleransi yang dihasilkan oleh pluralisme adalah toleransi yang membabi buta, toleransi yang tidak pandang bulu, dan toleransi yang tidak mengetahui siapa kawan dan lawan. Selanjutnya bagaimana dengan nasionalisme? Nasionalisme tegas menentang kolonialisme. Saya sering mendengar penjelasan teman-teman saya di kelas dimana menurut mereka nasionalisme pada hari ini tidak lagi dibutuhkan. Karena, pada dasarnya nasionalisme digagas hanya untuk menentang kolonialisme. Menurut saya pandangan yang demikian adalah pandangan yang keliru. Nasionalisme, selain ia anti terhadap kolonialisme, ia juga anti terhadap kapitalisme dan imperialisme. Dua hal inilah (kapitalisme dan imperialisme) yang pada hari ini riil sedang dihadapi oleh bangsa kita. Jika nasionalisme anti terhadap kapitalisme dan imperialisme, pluralisme justru sebaliknya, secara tidak langsung ia melegitimasi berkembangnya kedua hal tersebut, karena keduanya adalah bagian dari pluralitas yang tentunya harus dihargai. Francis Fukuyama, yang disebut oleh M. Faksi sebagai agen kapitalis, dengan jujur mengatakan bahwa nasionalisme adalah salah satu ideologi yang mampu menghancurkan liberalisme.


Saya sadar bahwa pandangan “mengenyampingkan perbedaan fakta bahwa kita sama” bukanlah pandangan khas nasionalisme, ia juga mencerminkan spirit rasisme, namun nasionalsme bukanlah rasisme. Nasionalisme adalah wilayah kesadaran yang lebih luas dari rasisme. Rasisme memberikan kesadaran kepada kita bahwa kita sama-sama satu ras, sedangkan nasionalisme memberikan kesadaran bahwa kita sama-sama satu bangsa. Jika kita ingin keluar dan menuju kepada wilayah kesadaran yang jauh lebih luas, maka kita akan menemukan wilayah kesadaran bahwa kita sama-sama manusia (humanisme). Jika kita tidak puas berada dalam belenggu humanisme, kita bisa menuju ke wilayah kesadaran yang jauh lebih luas lagi, yaitu bahwa kita sama-sama makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Jauh sebelum kaum pluralis kita mewacanakan pluralismenya, spirit nasionalisme telah mendarah daging dalam ideologi bangsa kita. Spirit nasionalisme dapat kita temukan dalam pancasila, dalam semboyan bangsa kita, dan juga dapat kita temukan dalam sumpah pemuda. Semuanya itu mencerminkan spirit nasionalisme, bukan spirit pluralisme sebagaimana yang diklaim oleh kaum pluralis kita seperti M. Dawam Rahardjo dkk. Pluralisme hayalah ideologi yang mubazir, sedangkan orang-orang yang mubazir adalah saudaranya setan, bukankah itu artinya kaum pluralis adalah saudaranya setan?

 

http://slot.piipers.hemsida.eu/ http://slot-game.piipers.hemsida.eu/ https://publications.thapar.edu/plugins/slot88/ https://philparsons.co.uk/ https://omatsuri.co.jp/ http://room.eco.ku.ac.th/images/slot-deposit-pulsa/ https://chair.rmu.ac.th/media/images/link-gacor/ https://exams2.mehe.gov.lb/ https://mobileapp.iom.int/ https://uts.com.pk/slot-gacor-online/ https://devinscricao.uniritter.edu.br/ https://ilxl.ecs.fullerton.edu/wp-includes/ https://librarydirectory.dpi.wi.gov/ https://mctrans.ce.ufl.edu/wp-includes/assets/slot-gacor/ https://weatheraidev-trafficmanager.accuweather.com/ https://engineering.news.com.au/ https://weddinglovely.com/ http://situs-slot.piipers.hemsida.eu/ https://cmder.net/ http://judi-slot.piipers.hemsida.eu/ https://onokumus.com/ http://mycollab.com/ http://pg-slot.piipers.hemsida.eu/ http://slot-pulsa.piipers.hemsida.eu/ http://judi-slot-online.piipers.hemsida.eu/ https://mctrans.ce.ufl.edu/wp-includes/sitemaps/ http://judi-online.piipers.hemsida.eu/ https://shibboleth.csustan.edu/ http://slot-terpercaya.piipers.hemsida.eu/ http://slot-pragmatic.piipers.hemsida.eu/ http://data.withinwindows.com/ http://implbits.com/ http://ciudadanointeligente.org/ http://bocabit.elcomerciodigital.com/ https://onlineprd.uncg.edu/ https://piipers.hemsida.eu/ http://tesismapantropologia.izt.uam.mx/images/-/slot-gacor/ http://geografiahumana.izt.uam.mx/wp-includes/images/-/slot-gacor/ https://mctrans.ce.ufl.edu/wp-content/uploads/2022/slot-demo/ http://economiafinanciera.izt.uam.mx/wp-includes/sitemaps/-/situs-slot-online/ http://imaginariosyrepresentaciones.izt.uam.mx/wp-includes/images/media/slot-terbaik/ http://moeduniv.izt.uam.mx/wp-includes/Requests/slot/ http://www.coloquiodeadministracion.izt.uam.mx/wp-includes/css/slot-online/ http://slot-gacor.piipers.hemsida.eu/ https://ulakumina.unilever.com/ http://chipmeup.pokernews.com/ https://duedex.com/ https://vtuber.damonge.com/ http://pragmatic.piipers.hemsida.eu/ https://srollins.cs.usfca.edu/ https://vp.becode.org/ https://spotspot.wstone.io/ https://changelog.itrackbites.com/ http://2016.gopherconbr.org/ "http://situs-slot-online.piipers.hemsida.eu/ http://docs.aptana.com/ https://data.hudson.com/ http://schdt2.microsoft.com/ http://schom2.microsoft.com/ https://magento234.webkul.com/